Hay,
ini hari Sumpah Pemuda ya. Ngepost ah biar disangka pemuda gaul. (Kalo mau
muntah, muntah aja).
Selain
hari Sumpah Pemuda, kemaren adalah hari Blogger Nasional. Selamat hari blogger
bagi yang merayakan. (Bersalaman pada diri sendiri).
Gue mau
cerita di sini ah, dimana ini adalah satu-satunya tempat gue cerita. Meluapkan
isi hati gue saat ini. Walau memang akan dilihat banyak orang (ngarep) tapi gue
senang dengan hal itu. Tidak apa. Pertama, gue bukan minta dikasihani.
*Dimohon
para pembaca bisa membedakan mana yang becanda mana yang tidak.
Jadi
gini..
Sejak
seminggu terakhir, gue merasa ada yang salah dengan hidup gue. Di sekolah, gue
jadi lebih sering sendirian gak bareng si Joni
atau temen-temen gue. Entah kenapa, belakangan ini. Sendiri adalah perasaan
terbaik yang bisa gue rasain. Bisa dibilang juga, seminggu terakhir adalah
seminggu terburuk dalam hidup gue.
Tekanan
menulis, keluarga gue, sekolah gue, dan juga Joni.
Masalah
Joni adalah masalah yang paling
berpengaruh dalam hal ini. Muncul sedikit jarak, renggang. Yah memang beberapa
hari yang akan datang memang dia bakal ada lomba banyak sih, dia jadi sering
latihan band atau latihan inggris untuk mempersiapkan lombanya.
Otomatis,
dengan jadwal latihan dan lesnya yang numpuk gue sama dia jadi jarang bareng
lagi. Sebenarnya ini bukan salah dia. Ini salah gue. Kenapa jarak ini ada? Sekali lagi, ini salah
gue. Gue gak pernah siap dan gue gak berpikir panjang bahwa saat-saat seperti
ini akan datang. Selama ini, gue seorang egois untuk dia. Gue gak pernah
membiarkan dia bersama orang lain.
Gue
mengurung dia.
Selama
ini gue juga gak pernah sadar kalo dia adalah orang yang berpotensi akan
mimpinya, dia banyak kegiatan untuk semua itu. Gak kayak gue, yah gue paling
lulus sekolah terus entah mau jadi apa. Gak ada yang bisa diandalkan dari gue
yang bodoh ini.
Jadi,
ketika saat dia memang harus bersama orang lain. Gue gak siap. Gue kaget dengan
keadaan ini. Ini parah. Dan, hal yang gue lakuin dengan kesalahan ini adalah
gue malah menambah-nambahkannya dengan malah menyalahkan dia dan berprasangka
bahwa dia berubah. Padahal enggak. Selama ini, gue yang egois. Gue yang bodoh.
Gue
yang terlalu berharap.
Gue
pengen ngomong bareng dia lagi kayak dulu tapi gue terlambat. Jangankan
ngomong, chat dari hape aja sekarang udah jarang banget. Padahal pengen, banget
juga.
Selain
itu, gue juga mengurung dia untuk tidak bersama cowok lain. Padahal jelas, gue
bukan siapa-siapa dia. Dan sekarang, gue sadar semua itu. Dan sekarang,
semuanya sudah terlambat.
I hope the Pacific
is as blue as it has been in my dreams. I hope.
Entahlah.
Kapan
ini berakhir, gue gak tahan dengan kesalahan gue sendiri. Gue mencoba untuk
berbicara pada dia tapi keadaan sudah terlambat.
I know there are
some things we need to talk about.
Gue
sayang dia, gue bersalah.
Sekarang
yang bisa gue lakuin hanya mengaguminya dari jauh, memimpikannya dalam diam,
dan merindukannya dalam tangis.
Dan
sedikit untuknya,
“Goodluck
yah lomba kamu, do your best (: Cepet selesai yah biar kita gak gini terus. I
love you, sayang.”
Sedikit
lagi,
“Take a piece of my heart
And make it all your own So when we are apart You'll never be alone
You'll never be alone When you miss me close your eyes
I may be far but never gone”
Repeat, I may be far but never gone.